Mengenang Gunarto, Perancang Tugu Handayani, Simbol Identitas Gunungkidul Yang Mulai Terlupakan

Edi Padmo
0
 Mengenang Gunarto, Perancang Tugu Handayani, Simbol Identitas Gunungkidul Yang Mulai Terlupakan

(Jevi Adi Nugraha)

*Tugu Handayani, sebuah tugu sederhana yang ternyata sarat dengan makna simbol identitas dan perjuangan masyarakat Gunungkidul. Dimulai tahun 1992, pembuatan tugu ini marak di setiap dusun/desa di seluruh wilayah Gunungkidul, pada masa pemerintahan Bupati Subekti Sunarto. Tak banyak yang mengenal siapa perancang Tugu Handayani. Ia adalah Gunarto mantan Kasubsi Teknis Penyehatan DPU Gunungkidul. Tulisan ini untuk mengenang beliau yang telah berpulang pada Jumat 14 Juni 2024 kemarin* 

      Gunarto, disamping Tugu Handayani

Sejarah(lainsisi.com)-- Minggu sore (3/07/2022), sepanjang jalan Kota Wonosari cukup ramai. Lalu-lalang kendaraan dengan plat nomor dalam maupun luar daerah hilir-mudik memadati ruas jalan. Sementara itu, tampak sejumlah pedagang di Jalan Brigjen Katamso tengah sibuk melayani para pembeli.

“Maaf, bu, mau tanya. Kalau rumah Pak Gunarto mantan pegawai DPU itu sebelah mana, ya? Tanya saya ke salah seorang warga Kepek.

“Oh, Pak Gun, ta. Lurus saja terus, Mas, nanti ada tugu Handayani ke kiri, pokoknya ada warung yang tulisannya Bertaman Budi, nah di situ rumahnya,” jawabnya ramah sambil tangannya menunjukkan arah.

Perjalanan kali ini membawa saya ke Padukuhan Kepek 1, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari. Di wilayah ini, tinggal salah seorang yang berperan cukup penting dalam pembangunan di Gunungkidul. Beliau adalah Gunarto (71), mantan Kasubsi Teknis Penyehatan DPU Gunungkidul sekaligus sosok di balik pembuatan Tugu Handayani.

Ya, tugu Handayani atau masyarakat lebih familiar dengan nama tugu KB atau tugu Loko adalah salah satu ikon Gunungkidul yang biasa dilihat di pintu masuk sebuah kampung. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tugu ini, saya langsung menemui perancang sekaligus pembuat tugu Handayani, Gunarto.

*Awal Mula Pembangunan Tugu Handayani*

Saat sampai dirumahnya, saya langsung disambut dengan hangat oleh pria yang sudah berusia 71 tahun ini. Di dalam rumah bergaya limasan ini, sambil menghisap rokok kretek ditemani segelas teh manis, beliau menceritakan sejarah awal-mula pembangunan Tugu Handayani.

Ia mengaku, tak pernah terlintas di benaknya, bahwa tugu Handayani akan dijadikan salah satu ikon Gunungkidul. Pasalnya, mantan Dinas Pekerjaan Umum (DPU), ini awalnya mengaku hanya reka-reka saja membuat tugu di kampung halamannya, yakni di Padukuhan Kepek 1, Kalurahan Kepek, Wonosari. Oleh Subekti Sunarto,  Bupati Gunungkidul yang menjabat saat itu, Tugu Handayani kemudian diperbanyak dan sampai sekarang masih bisa ditemukan di beberapa wilayah di Gunungkidul.

“Sejarah pembuatan tugu ini memang tidak lepas dari kegiatan lomba desa pada tahun 1992. Dulu, Pak Subekti Sunarto (Bupati Gunungkidul ke-22) kan bikin motto Gunungkidul Handayani, terus saya sebagai ketua RW 26 Kepek 1, waktu itu mencoba mempresentasikan motto itu ke dalam bentuk tugu. Biar warga lebih familiar saja sama motto itu,” tutur kakek yang akrab disapa Pak Gun ini mengawali perbincangan.

Sebagaimana kita tahu, Handayani sendiri merupakan singkatan dari Hijau, Aman, Normatif, Dinamis, Amal, Yakin, Asah Asih Asuh, Nilai Tambah, Indah. Mengingat motto ini cukup panjang dan susah dihafal, maka Pak Gun berinisiatif untuk membuat tugu yang di dalamnya terdapat tulisan Gunungkidul Handayani agar masyarakat Gunungkidul semakin memahami motto ini. 

Sementara itu, mengenai proses kreatif pembuatan tugu ini beliau mengaku berhari-hari memikirkan konsep atau bentuk yang ingin dibuat. Hampir setiap malam, Pak Gun mengotak-atik design tugu yang pas agar mampu mencerminkan karakter warga masyarakat Gunungkidul.

“Setiap malam saya berpikir bagaimana menciptakan tugu yang bisa menjadi simbol masyarakat Gunungkidul. Nah, kemudian tercetus ide membuat tugu yang punya atap berupa limasan seperti kebanyakan rumah di Gunungkidul. Proses pengerjaan tugu ini nggak sampai seminggu, hanya beberapa hari saja,” terang pria yang telah dikaruniai empat orang anak tersebut.

Pak Gun menambahkan, tugu Handayani yang ada di Padukuhan Kepek 1 ini merupakan tugu pertama kali yang ia buat dan menghabiskan dana Rp110 ribu. Dulu, dana ini didapat dari iuran warga Kepek, di mana masing-masing Kepala Keluarga (KK) membayar Rp 8 ribu, yang bisa diangsur selama empat bulan.

     Makna  dan filosofi Tugu Handayani


“Nah, setelah pembangunan selesai, Pak Bekti melihat tugu itu. Beliau kemudian memanggil saya dan meminta untuk menjelaskan makna atau filosofi terkait tugu Handayani. Beliau terkesan, kemudian memerintahkan seluruh camat untuk membuat tugu Handayani di wilayahnya masing-masing,” jelas Pak Gun.

“Pembangunan tugu ini dimulai dari Kalurahan Kepek. Dulu, di wilayah Kepek dibangun 80 tugu Handayani. Tidak heran, jika di wilayah ini setiap kampung pasti ada tugu Handayani,” imbuhnya.

*Bentuk Tugu Handayani*

    Gambar tangan desain Tugu Handayani      oleh Gunarto


Tugu Handayani menjadi salah satu ikon yang menjadi kebanggan masyarakat Gunungkidul. Tugu yang memiliki ketinggian sekitar 2, 4 meter dengan lebar 150 cm, ini sampai sekarang masih bisa ditemukan di beberapa pintu masuk kampung. Tidak hanya sebagai penanda wilayah, tetapi tugu ini juga memiliki unsur-unsur artistik yang membuatnya tampak gagah dan berani. 

Salah satu ciri utama dari tugu Handayani adalah pada bagian atapnya. Ya, di bagian atapnya berbentuk sebuah limasan. Menurut Pak Gun, beliau memilih atap tugu berupa limasan karena dianggap mampu mempresentasikan masyarakat Gunungkidul.

“Dulu, kebanyakan rumah di Gunungkidul berbentuk limasan. Nah, munculah ide buat bikin tugu yang atapnya ada limasan. Harapannya, ya, agar bisa mewakili karakter masyarakat Gunungkidul saja,” terang Pak Gun.

Di bawah atap tersebut terdapat badan tugu yang bertuliskan Gunungkidul Handayani dan lambang resmi Kabupaten Gunungkidul. Tidak cukup sampai di situ, di sebelah lambang kabupaten juga ada arti atau kepanjangan dari slogan Handayani.  

Sementara itu, di bagian paling bawah terdapat sebuah bidang untuk tempat tulisan Hari Esok Harus Lebih Baik dan alamat wilayah. Kemudian di bagian pinggir, atas dan bawah, terdapat lengkungan atau sayap yang semakin mempercantik bangunan tugu ini. Adapun setiap bidang memiliki warna khasnya masing-masing, di antaranya sebagai berikut:

Bagian atap : Merah bata

Tulisan plang : Hitam

Plafon/langit-langit : Putih

Tembok/bagan tugu: Hijau tua/hijau daun

Bidang depan : Cream

Tulisan/huruf: : Hitam

Sayap (2) : Hitam

Bidang tulisan bawah: Cokelat tua (susunan RT/RW, Dusun, dan tulisan Hari Esok Lebih Baik)

Pondasi bawah : Hitam

Lambang Gunungkidul: Sesuai asli

Bidang tempat tulisan Gunungkidul Handayani: Cokelat tua

*Simbol Perjuangan Masyarakat Gunungkidul*

Hari semakin petang, Pak Gun masih antusias menjelaskan mengenai tugu Handayani yang beliau buat pada 1992 silam ini. Meski sudah tidak muda lagi, tetapi beliau masih tampak begitu semangat menceritakan berbagai hal tentang Gunungkidul, terutama mengenai kebudayaan yang ada di Bumi Handayani.

Di sela-sela suara lalu-lalang kendaraan yang cukup ramai di belakang rumah, Pak Gun mengenang berbagai peristiwa kebudayaan di Gunungkidul pada era 1990-an. Menurutnya, pada masa itu, Kabupaten Gunungkidul mencoba untuk memperkuat identitasnya sebagai sebuah wilayah yang memiliki nilai-nilai budaya dan tradisi adi luhung. Hal ini yang kemudian membuatnya berinisiatif untuk membuat sebuah tugu yang mencerminkan identitas Gunungkidul.

“Terus terang saja, kadang saya sendiri suka ngelus dada nek lihat banyak ikon Gunungkidul yang dibongkar. Ya, seperti Gapura Lar Badak dan Tugu Handayani yang sudah banyak dihilangkan. Padahal, kedua ikon itu punya spirit dan nilai-nilai adi luhung di dalamnya,” tutur Pak Gun tampak berkaca-kaca.

Ya, tugu Handayani tidak hanya hiasan kampung semata. Namun, menurut Pak Gun, tugu ini menjadi salah satu simbol harapan dan perjuangan masyarakat Gunungkidul dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Apa yang beliau bangun pada 30 tahun lalu adalah wujud cinta kepada Bumi Handayani.

“Bentuk limasan di tugu ini sebagai simbol bahwa kita, orang Gunungkidul, tidak boleh lupa dari mana kita berasal. Selain itu, atap limasan ini juga yang mayungi motto Gunungkidul Handayani, yang dulu digagas oleh Pak Bekti,” jelas Pak Gun.

Sementara itu, sayap di sisi kanan dan kiri tugu melambangkan masyarakat yang kuat dan gigih dalam meraih cita-citanya. Kedua sayap yang ada di tugu ini juga sebagai simbol bahwa nantinya Gunungkidul akan menjadi 'jujugan' orang-orang yang ingin belajar budaya, menikmati keindahan alam, dan belajar menjadi manusia seutuhnya.

“Saya masih ingat betul, 30 tahun lalu pernah mengatakan kepada Pak Bekti bahwa di masa mendatang, Gunungkidul akan menjadi daerah tujuan wisata dan budaya. Sekarang bisa dilihat sendiri, banyak orang yang datang ke sini untuk berwisata. Tidak hanya berwisata, tetapi belajar hidup dari manusia Gunungkidul,” terang Pak Gun.


Cita-cita, doa, dan harapan tersebut beliau tegaskan dalam tagline “Hari Esok Lebih Baik” di bagian bawah tugu Handayani. Menurut Pak Gun, tagline tersebut benar-benar harus dipahami dan diresapi oleh masyarakat Gunungkidul. Pasalnya, meski terlihat sederhana, tetapi kata-kata tersebut menyimpan spirit yang bisa menjadi simbol perjuangan masyarakat Gunungkidul dalam mewujudkan cita-citanya.

Terlepas dari itu, orang-orang seperti Pak Gun ini harusnya mendapatkan apresiasi serta penghargaan yang tinggi. Biar bagaimanapun, beliau adalah sosok yang begitu peduli dan cinta dengan masyarakat Gunungkidul. Karyanya yakni Tugu Handayani sempat menjadi bagian sejarah dari perjalanan panjang Kabupaten Gunungkidul. Namun, sayangnya tidak sedikit warga masyarakat maupun instansi pemerintah yang kurang menghargai atau bahkan tidak mengenalnya.

Selain itu, tidak sedikit juga tugu Handayani yang mulai dibongkar atau dihilangkan. Padahal, tugu tersebut merupakan identitas Gunungkidul yang memiliki makna dan nilai-nilai adi luhung yang perlu dilestarikan. Maka dari itu, sudah seharusnya semua lapisan masyarakat terus nguri-nguri, mempertahankan, serta merawat tugu yang memiliki sejarah panjang ini.

Di usianya yang semakin senja, Pak Gun hanya bisa berharap bahwa masyarakat Gunungkidul agar terus mempertahankan semua ikon yang dimiliki. Sebab, hanya dengan begitu, warga masyarakat tidak akan kehilangan identitasnya di tengah arus modernitas yang begitu membombardir tanpa ampun di Bumi Handayani.

“Usia saya sudah tidak muda lagi, Mas. Sudah saatnya para anak muda di Gunungkidul melanjutkan estafet ini. Intinya, rawat baik-baik tanah kelahiran dan jangan sampai lupa dari mana kita berasal,” pungkasnya mengakhiri percakapan kami petang itu.

Biografi Gunarto

Gunarto ,SE
Lahir : 25 Februari 1953
Wafat : 14 Juni 2024
Alamat : Kepek 1, Kepek, Wonosari, Gunungkidul

Bekerja sebagai abdi negara Pegawai Negeri Sipil :
Dinas Pekerjaan Umum dari tahun 1970 - 2007
Kepala UPT DAMKAR 2007 - 2010
Aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan maupun olah raga (voly - WALS'88 dan sepakbola - FORMULA KEPEK RAYA).

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!