Budaya(lainsisi.com)-- Pernyataan Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo, atau yang akrab disapa Mbah Benu, pengasuh Jamaah Aolia di Gunungkidul tentang penetapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H menuai tanggapan beragam dari publik. Jamaah Aolia memang telah merayakan Idul Fitri pada Jumat (5/4/2024) kemarin
Dalam video yang diunggah akun media sosial maupun media mainstream, Mbah Benu menyatakan bahwa penetapan Hari Raya Idul Fitri yang ia yakini bersama jamaahnya berdasar petunjuk langsung dari Tuhan
"...saya telepon langsung kepada Gusti Allah...," begitu penggalan pernyataan dari Mbah Benu yang akhirnya menjadi kontroversi dan viral
Video itu segera beredar luas dan dibagikan secara berantai. Kalimat "saya sudah telepon Gusti Allah" yang diucapkan Mbah Benu terlanjur menjadi konsumsi publik secara luas. Karena hal ini menyangkut masalah yang sensitif (kepercayaan), akhirnya mengundang reaksi publik yang terus bergulir. Dan pada akhirnya, multi persepsi muncul dan berkembang menjadi bola liar
Melihat perkembangan situasi, pihak terkait akhirnya perlu untuk melakukan beberapa langkah agar suasana kembali kondusif. Pada Jumat (5/4/2024) malam, Mbah Benu mengklarifikasi pernyataannya dan meminta maaf kepada semua pihak jika apa yang ia sampaikan menyinggung atau tidak berkenan.
Mbah Benu juga menyampaikan bahwa kalimat 'menelpon Gusti Allah' yang ia maksud sebenarnya adalah sebagai sebuah istilah
"Sebenarnya yang saya maksud adalah perjalanan spiritual saya, kontak batin dengan Allah SWT," kata Mbah Benu
Setelah klarifikasi ini, banyak pihak berharap agar polemik segera berakhir. Masyarakat Gunungkidul bisa menyambut hari raya Idul Fitri yang akan segera menjelang dengan khidmad dan gembira.
"Istilah-istilah seperti itu dalam dunia spiritual memang sering muncul spontan. Bahasa spiritual kadang jika dilogika secara umum ungkapannya sering menjadi anomali," kata Andi Kartojiwo, seorang seniman dari Kapanewon Karangmojo. Selama ini Andi banyak mendasari riset kekaryaannya dengan mendalami dunia spiritual sufi
Menurut Andi, istilah menelpon itu sebetulnya yang dimaksud adalah menyambung komunikasi antara makhluk dan Sang Pencipta
"Jadi komunikasinya lewat batin, keyakinan, isyaroh dan perhitungan laku spiritual yang dijalani," lanjut Andi
Keyakinan spiritual, menurut Andi memang tidak tampak wujud atau terlihat sebagai materi. Namun kadang dinamika sosial atau jaman sering menuntut 'menampakkan' hal itu. Untuk memudahkan menjelaskan sesuatu yang diluar nalar, maka secara spontan sang pelaku spiritual biasanya akan menggunakan bahasa sehari-hari
"Menjawabnya dengan bahasa sehari hari, seperti menelepon, bicara, ketemu dan lain-lain," lanjutnya
Kalau merujuk dari penggunaan bahasa, kalimat yang diungkapkan Mbah Benu menurut Andi memang bisa dikatakan vulgar dan tidak masuk akal. Namun, Andi kembali menyebut bahwa kalimat tersebut termasuk ungkapan bahasa spiritual yang bersifat personal yang diyakini kebenaranya oleh Mbah Benu.
Namun, ketika bahasa spiritual personal ini tersampaikan ke publik yang mempunyai beragam pengetahuan serta keyakinan masing-masing, maka tanggapannya akan berbeda dan menjadi kontroversi, sehingga akhirnya memicu reaksi dan menjadi polemik
Menurut Andi, polemik yang muncul masih wajar. Ketika ada sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan pada umumnya. Sebuah anomali.memang akan membawa gangguan berpikir bagi orang banyak yang tidak melakukan. Tidak hanya di agama, bisa sosial, politik dan yang lain. Namun yang lebih penting, harus ada upaya baik untuk menyikapi, agar tidak menimbulkan konflik yang berlarut
"Kalau saya pribadi berharap hal ini disikapi dengan bijaksana. Sebuah dinamika berpikir yang akan merangsang kita untuk lebih banyak belajar lagi. Perbedaan itu hal yang wajar, yang tidak boleh mempertentangkan atau saling menyalahkan," terang Andi
Hal ini merujuk kenyataan bahwa latar belakang masyarakat Indonesia memang unik dan plural dengan beragam budaya masing-masing. Andi menyebut, akulturasi budaya dan agama yang terjadi akhirnya membuat semua budaya, tradisi, hukum normatif juga menjadi beragam. Karena memang di indonesia masyarakatnya terkenal ramah dan terbuka sehingga berbagai budaya bisa diterima
"Dalam perjalanan spritual, setiap individu akan menemukan pengalaman-pengalaman yang berbeda. Karena ranah spritual adalah hal yang khusus dan personal bagi masing-masing. Ketika ini dipertentangkan maka sangat rawan terjadi perdebatan yang memicu konflik. Sebetulnya yang lebih penting adalah bagaimana mengelola perbedaan dan keberagaman ini sebagai kekuatan bukan potensi perpecahan," pungkas Andi