Apa itu Self Harm? Kenali Faktor Penyebab dan Pencegahannya

Edi Padmo
0


                  Foto ilustrasi: Istock


Kesehatan(lainsisi.com)-- Beberapa waktu lalu, publik Gunungkidul dikejutkan dengan adanya kasus self harm. Puluhan murid salah satu sekolah menengah pertama negeri di Gunungkidul diketahui melakukan tindakan menyakiti diri dengan cara menyayat lengannya sendiri.

Tentu kasus ini menjadi keprihatinan banyak pihak. Apalagi pelaku yang melakukan aksi self harm berusia remaja dan masih bersekolah. Sebagai upaya pencegahan, pihak terkait langsung melakukan program bimbingan dan konseling dengan melibatkan psikiater

Sebetulnya, apa yang dimaksud dengan Self Harm?, apa faktor penyebab dan bagaimana upaya pencegahannya? 

Terkait hal ini, saya sempatkan ngobrol dengan teman psikolog Walid Jumlad S.Psi, M.Psi. Seorang dosen psikologi yang mengajar di Universitas Jendral Ahmad Yani.

"Self harm adalah tindakan atau perilaku menyakiti atau melukai diri sendiri. Sering kali, seseorang melakukan hal ini dengan sengaja untuk mendapatkan perasaan atau kepuasan tersendiri. Maka dari itu, tindakan ini merupakan salah satu bentuk dari gangguan perilaku yang berkaitan dengan problem psikologis yg dialami," terang Walid Jumlad. 

Pelaku self harm, lanjut Walid bisa melukai tubuhnya sendiri dengan menggunakan benda tajam, tumpul, atau benda lainnya. Selain itu, pelaku juga bisa menyakiti diri sendiri dengan menyayat kulit, memukul bagian tubuh, membenturkan kepala ke tembok, atau mencabuti rambut.

Kebanyakan, tujuan self harm adalah melampiaskan rasa emosi. Misalnya ketika marah, stres, cemas, kesepian dan putus asa. Seseorang juga memiliki kebiasaan menyakiti diri sendiri saat merasa bersalah terhadap suatu hal

Menurut Walid, Self Harm biasanya dilakukan seseorang karena ketidakmampuannya mengekspresikan emosi atau menyalurkan emosi secara benar. 

"Pola ekspresi emosi seseorang kan berbeda-beda. Ada yang terbuka menyampaikan, ada juga yang memendam. Hal ini dipengaruhi proses pola asuh orang tua dan bahkan guru," lanjutnya

Bagi yang terbuka, biasanya orang tua dan gurunya menerapkan pola asuh terbuka, tidak menghakimi, dan tidak cenderung menyalahkan. Sebaliknya mereka yang biasanya memendam, karena pola asuh yang tidak memberikan kesempatan untuk mengekspresikan emosi, 

"Cenderung selalu menyalahkan anak, dan tidak percaya atas apa yang dirasakan dan dialami anak," terang Walid

Faktanya, lanjut Walid penyebab self harm berkaitan dengan hal-hal yang menekan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti stress, ketidakmampuan menyelesaikan masalah, frustasi ataupun gangguan depresi. Maka dari itu, penting untuk mengenali faktor risiko dalam diri sendiri atau orang sekitar, sehingga penyebab problem psikologis ini bisa dihindari

"Ada tiga faktor penyebab self harm yakni riwayat trauma, masalah sosial dan gangguan mental," lanjut Walid lagi

Faktor riwayat trauma psikologis, muncul saat seseorang kehilangan orang tersayang atau terdekatnya. Atau pernah menjadi korban kekerasan fisik, emosional, hingga seksual. 

Hal ini bisa membuat seseorang merasa hampa dan rendah diri, tidak berguna sehingga mencari pelampiasan dengan melukai tubuh.

Self harm juga bisa terjadi karena masalah sosial. Sering kali, perilaku negatif ini lebih rentan menyerang korban perundungan atau bullying, atau orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan tertentu. 

"Tak heran jika perilaku ini lebih sering terjadi pada anak dan remaja. Jadi, orang tua dan guru tentu perlu waspada terkait dampak bullying pada kesehatan mental anak," terang Walid lagi

Faktor ketiga adalah gangguan mental. Pada beberapa kasus, penyebab self harm adalah masalah kesehatan mental. Misalnya depresi, gangguan mood, hingga gangguan kepribadian ambang. Selain itu, nyatanya faktor-faktor lain juga bisa menjadi penyebab seseorang melakukan perilaku ini. 

Terkait pengaruh media sosial terhadap trend self harm yang banyak dilakukan oleh remaja, Walid menyatakan, meski kecil sangat mungkin memang ada pengaruhnya

"Yang jelas perilaku self harm dari dulu sudah banyak terjadi. Hanya saja tidak banyak muncul dipermukaan. Sekarang semakin masif terlihat karena banjirnya informasi di media sosial," urai Walid

Lalu, bagaimana langkah pencegahan self harm? Dalam hal ini Walid menekankan bahwa kebiasaan menyakiti diri sendiri perlu mendapatkan penanganan yang tepat. Pengidap gangguan ini perlu mendapatkan perhatian khusus serta pemahaman bahwa dirinya berharga dan tidak seharusnya untuk melukai tubuh. 

Perilaku ini membutuhkan penanganan dari psikolog atau psikiater, terutama jika penyebabnya adalah gangguan kejiwaan tertentu. Bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko atau riwayat yang memungkinkan perilaku ini, jangan ragu untuk mencari pertolongan medis. 

"Selain itu, hindari keinginan untuk melukai diri dengan mengalihkan pikiran, misalnya dengan berolahraga, meditasi, mendengarkan musik, atau bergabung dalam komunitas sosial. Kegiatan dan kesibukan yang positif tentu akan mengalihkan pikiran kita pada hal-hal yang negatif, termasuk perilaku self harm," pungkas Walid mengakhiri obrolan

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!