Fenomena Udan Tekek, dan Penjelasannya Secara Ilmiah

LainSisi
0
Fenomena Udan Tekek,
dan Penjelasannya Secara Ilmiah
Oleh: Edi Padmo


Fenomena(lainsisi.com)--'Udan Tekek', adalah dua kata bahasa Jawa yang disambung. Istilah ini ketika diucapkan memang menjadi rancu dan tidak masuk akal. Jika diartikan secara terpisah, 'udan' berarti hujan, dan 'tekek' berarti tokek. Nah, kita langsung bisa membayangkan, jika hujan turun yang jatuh bukan air, tapi hewan tokek. Ha..haa, pasti sangat mengerikan, apalagi bagi yang phobia hewan tokek.

Istilah 'udan tekek' dulu umum digunakan oleh warga masyarakat Yogyakarta, khususnya Gunungkidul. Sebuah istilah yang untuk generasi sekarang mungkin asing terdengar di telinga. 'Udan Tekek' menggambarkan keadaan dimana hujan tiba-tiba turun saat cuaca panas dan matahari bersinar terang. Sebuah keadaan cuaca yang bertolak belakang dan sepertinya mustahil terjadi.

Ternyata, fenomena 'udan tekek' ini bisa diterangkan secara ilmiah lho.. 'Udan Tekek', dalam bahasa ilmiah disebut fenomena hujan Zenithal. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 'udan tekek' biasa terjadi saat musim kemarau atau pancaroba. Cuaca panas mengakibatkan penguapan terbilang tinggi sehingga membentuk persebaran awan yang tidak merata.

"Juga disertai angin kencang yang berlangsung dalam durasi singkat dan tidak merata. Daerah yang biasanya memasuki fase kering dengan curah hujan rendah, yaitu pesisir timur seperti Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian Selatan berpotensi terjadi fenomena ini," tulis BMKG.

Menurut American Meteorological Socienty (AMS), fenomena 'udan tekek' ini disebut sebagai hujan Zenithal atau hujan tropis. Fenomena ini memang terjadi di wilayah daerah tropis, sekitar garis khatulistiwa dan daerah sub tropis. Hujan Zenithal dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni tiupan angin kencang, awan yang menghilang dan udara panas.

"Zenithal adalah puncak artinya hujan akan turun saat posisi matahari berada tegak lurus dengan kepala kita. Hujan Zenithal dapat terjadi setiap tahun dengan skala berulang," tulis AMS.

Gary Lackmann, Seorang ilmuwan di North Carolina State University, pernah meneliti fenomena 'udan tekek'. Gary menyimpulkan bahwa hujan dalam cuaca yang panas dapat terjadi akibat kondisi awan yang mendung hanya sebagian, atau awan pecah. Menurutnya, fenomena ini dapat terjadi di seluruh dunia selama musim semi atau musim panas.

"Hujan itu memicu suhu untuk mendorong kolom udara agar bergerak secara vertikal, lalu naik dengan cepat di beberapa tempat dan turun di beberapa daerah lainnya," terang Gary.

Dalam penelitiannya, Gary juga menulis bagaimana proses 'udan tekek' ini terjadi

"Saat udara akan mendingin dan membuat uap air didalamnya mengembun, maka memungkinkan untuk awan dan hujan berkembang. Sebaliknya, udara di kolom yang tenggelam akan menekan awan, menciptakan kondisi langit yang cerah diantara hujan yang mengakibatkan terjadinya 'sun shower' atau hujan dalam kondisi panas matahari bersinar terang," kata Gary Lackmann.

Pada kepercayaan beberapa suku di Indonesia, fenomena 'udan tekek' ini terjadi sebagai lambang dua kekuatan besar yang bertolak belakang sedang saling berperang. Cuaca mendung atau hujan yang teduh dan temaram memang terbalik dengan keadaan langit cerah dimana matahari bersinar terang, mungkin hal ini yang mendasari kepercayaan mereka.

Di Gunungkidul, fenomena 'udan tekek' juga ada yang menyebut 'udan kethek' (hujan kera). Di beberapa daerah juga sering disambung dengan rangkaian kalimat 'udan tekek macan dhedhe' (hujan tokek, harimau berjemur). Entah darimana nenek moyang dulu mengkaitkan fenomena ini dengan hewan-hewan tersebut. Mungkin, ini mungkin lhoo...dulu, saat hujan turun dalam suasana panas, tokek, kera atau harimau akan keluar untuk berjemur (mungkin).

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!