Dilema Menunggu Hujan di Musim Penghujan

Edi Padmo
0
Dilema Menunggu Hujan di Musim Penghujan


Kabar(lainsisi.com)-- Sampai akhir November 2023, hujan tak kunjung mengguyur wilayah Gunungkidul secara umum. Ada beberapa tempat memang sudah turun, tapi intensitasnya tidak merata dan masih terkesan hujan lokal. Cuaca sekarang memang sudah tak bisa lagi diprediksi. Kalender musim 'pranata mangsa' yang ratusan tahun menjadi pedoman masyarakat petani, saat ini seakan sudah tidak lagi relevan.

Ungkapan 'Desember, Gede-gedene Sumber', dan 'Januari, Hujan Sehari- hari', entah akan berlaku tidak di tengah keadaan iklim yang tidak menentu ini. Anomali cuaca sangat sering terjadi. Mendung di pagi hari, tetapi kemudian terik matahari memanggang kepala saat menjelang siang. Sementara di malam hari suhu terasa sangat lembab (gerah).

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY memperkirakan pengaruh El Nino diprediksi masih akan terus berlanjut. Dampaknya adalah, mundurnya musim penghujan dan curah hujan sedikit di awal musim hujan tahun ini.


"Menurut prakiraan kami, curah hujan di awal musim penghujan tahun ini sedikit. Bahkan waktunya juga diperkirakan mundur," kata Reny Kraningtyas, Kepala BMKG DIY beberapa waktu lalu.

Prakiraan ini berdasar pengamatan bahwa dinamika atmosfir yang belakangan terjadi adalah angin timuran Muson Australia yang sampai saat ini masih aktif. Hal itu mengindikasikan jika Indonesia masih mengalami musim kemarau, di mana suplai uap air dari wilayah Australia sangat kecil.

Baca juga: Musim Hujan Mundur, Petani Diminta Tidak Ngawu-Awu

Uap air masih berkutat di wilayah Pasifik, sehingga udara di Indonesia lebih hangat dan tekanannya rendah. Hal ini mengakibatkan curah hujan di Indonesia hanya mengandalkan penguapan awan dari wilayahnya sendiri.

"Kemungkinan besar, kondisi tersebut bakal terjadi sampai bulan Februari 2024 mendatang di mana El Nino moderat sampai Januari. Namun demikian dampak El Nino sudah mulai turun di bulan Februari 2024. April di atas 0,5 dan El Nino mulai melemah, dan di bulan Mei sudah menuju ke netral," lanjut Reny.

Dengan mundurnya musim hujan, dunia pertanian secara umum juga sangat terdampak. Dalam budaya masyarakat petani di Kabupaten Gunungkidul, khususnya bagian selatan ada tradisi 'ngawu awu'. Ini adalah teknik tanam dalam kondisi lahan masih kering. Dengan pedoman kalender musim 'pranata mangsa', para petani yakin bahwa hujan akan segera turun sesuai hitungan 'mangsa' (musim) tradisional turun temurun.

Namun alam sekarang memang sudah berbeda. Perubahan iklim yang berimbas pada fenomena anomali cuaca membuat kalender musim tradisional 'pranata mangsa' sering tidak relevan lagi.


"Ngapunten mas niki, bacut nibakke winihan, ning dereng udan-udan. Pun kesuwen gek paling nggih da mboten tuwuh. Lha wong salong nggih pun telas dikuriki kethek (ndak tahu mas ini, sudah terlanjur menabur benih, hujan tidak turun-turun. Sudah terlalu lama, paling juga tidak tumbuh. Lha sebagian benih juga sudah habis dimakan monyet ekor panjang," kata Hermanto, petani di Padukuhan Ngurak Urak, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul.

Baca juga: Fenomena El Nino Dalam Petung Jawa

Hermanto dan ribuan petani lainnya tentu sangat berharap hujan segera turun menyiram lahan pertanian tadah hujan mereka. Biaya modal pertanian yang tinggi dengan mahalnya pupuk dan benih, membuat profesi petani sekarang sangat beresiko. Ditambah keadaan iklim yang tidak menentu, membuat para pahlawan pangan ini seakan terpaksa bermain dadu dengan lahan pertanian dan modal nominal yang harus diinvestasikan pada profesi mereka.

"Sakniki khahanan alam pun mboten saget dikira-kira. Alame pun rubah, awake dewe pun katah lali marang alam. Niki sagete namung ikhtiar kalih ndedongo, mugi gek ndang udan, taneman saget tuwuh, subur lan nyekapi (sekarang keadaan alam sudah tidak bisa ditebak. Alam sudah berubah, kita sudah banyak lupa terhadap alam. Ini bisanya cuma berikhtiar dan berdoa, semoga hujan segera turun, tanaman tumbuh subur dan mencukupi)," pungkas Hermanto sambil matanya menerawang melihat awan kelabu yang berarak tertiup angin timuran Muson Australia

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!